Mempertanyakan Hak

Apakah boleh seorang manusia rendah mempertanyakan hak yang paling mendasar kepada penguasa ketika kewajibannya sudah lengkap? Meski terkadang tidak semuanya sempurna, tapi yang jelas hampir semuanya selesai sebagaimana adanya. Pertanyaan bodoh, jawabnya. Terserah dia mau kapan memberikan hak itu kepadamu, namanya saja penguasa. Lagi pula belum tentu semua yang dikerjakan diterima. Kamu saja tidak pernah membaca detail apa yang menjadi pantangan & kemestian kan?! Hanya kulit luarnya saja, akui saja apa susahnya?  Benar, aku mengakuinya. Namun aku belum pernah lagi menikmati hal itu sejak lima tahun terakhir, jadi bolehkah? Sang Penguasa sepertinya tertawa datar mendengar pertanyaan bodoh itu lagi. Aku menghembuskan napas berat ke sekian kalinya yang membuatku siuman dan bermenung. Ini memang belum saatnya, ibarat tanggal main yang masih jauh dari kata tulat dan tubin. Apa yang harus dilakukan? Sejatinya tidak ada. Daya upaya sudah, bermohon sudah, tinggal tunggu tanggal mainnya dat

Bernapas Melepas

Kita sedang berada di era modern dan digital, di mana orang-orang berlomba menjadi pusat perhatian secara sengaja, dan biasanya tidak mereka sadari. Saya, kamu, mereka, tanpa sadar (mau ga mau) menjadi korban percepatan arus digital. Apa tandanya? Kita dengan senang hati membagi rutinitas plus berbagai informasi ke media sosial milik kita. Keinginan untuk dilihat, dikomentari, di-like, di-share ke orang lain menjadi tujuan utama ketika main media sosial. Begitu juga dengan orang lain yang akunnya kita follow. Seratus? Dua ratus? Atau lebih dari lima ratus following? Setiap detik pasti ada update-an dari mereka di media sosial. Kita dengan sukarela berbagi informasi kehidupan di timeline, dan juga dengan sukarela "menelan" informasi tersebut ke otak kita. Akhirnya, isi kepala kita per hari akan penuh dengan hal-hal yang tidak penting dan ga jarang membuat jenuh. 

Itulah yang saya rasakan selama dua bulan terakhir. Dimulai ketika beberapa masalah terjadi di kehidupan pribadi dan pekerjaan. Pengalihannya apa? Ya main Twitter dan Instagram. Saya merasa  akan bisa mengalihkan semua beban pikiran jika bermain dua media sosial yang masih naik daun itu. Setiap menit dan setiap jam pasti jari saya refleks membukanya. Apalagi jika sudah malam atau saat akhir pekan. Dua bulan itu saya "telan" semua informasi di sana. Apa yang nongol di timeline pasti dibaca atau paling ga ya terbaca. Penting ga penting, berguna atau sampah, jokes atau satir, semuanya mulus masuk ke dalam otak. Walaupun ga kepikiran setiap waktu, saat itu saya mulai merasa ada yang ga beres dengan diri saya sendiri. Kepala yang masih berat dengan beban hidup kenapa masih belum hilang ketika dialihkan dengan main Twitter dan Instagram?? 

Kemudian saya cepat menyadari kalau ternyata media sosial saat ini berdampak negatif bagi saya. Mungkin dulu bermanfaat ketika di tahun 2009-2015. Teman saya banyak bertambah dari seluruh Indonesia hanya gara-gara media sosial pada kurun tahun tersebut. Alhamdulillah ya kan. Cuman sekarang, semakin bertambah usia dan pengalaman, semakin banyak menghadapi masalah dan aral melintang, semakin saya sadar otak saya perlu diberi jeda agar "bernapas" teratur lagi. Pokoknya gimana caranya supaya hidup saya tidak terasa berat lagi. Lagian udah tau masalah satu belum selesai malah sok-sok dialihkan dengan main medsos, yang akhirnya bikin mumet sendiri karena ternyata saat badan istirahat namun pikiran ada di Twitter dan Instagram, otomatis otak ga berhenti berpikir dong, nah kapan "bernapasnya" kan?! Di part itu saya tertohok. 

Saya bereksperimen dengan diri saya sendiri. Yaitu dengan mencoba berpuasa media sosial mulai dari Instagram dan melebar ke Twitter (ga usah nanya Facebook karena emang udah jarang main, jadi aman). Eksperimen tersebut bukan dengan tiba-tiba saya lakukan tanpa mencari referensi yang mendukung. Saya baca buku self healing dari Adjie Santosoputro: Sadar Penuh Hadir Utuh dan Sejenak Hening; dan yang terbaru adalah buku SLOW dari Greatmind
Ketiga buku tersebut saya baca untuk landasan kenapa saya butuh untuk berhenti sejenak dari media sosial. Apakah memang benar yang saya butuhkan itu adalah berhenti sejenak supaya memberikan jeda kepada pikiran saya? Selain baca buku-buku itu, saya juga menelusuri bagaimana cara menyembuhkan luka batin sendiri lewat video nasihat dari Marissa Anita di kanal Youtube-nya. Penjelasannya sangat masuk akal dan bikin hati jadi "nyeess" lagi. 

Silakan tonton videonya berikut:
Setelah membaca buku, lalu menemukan video-video di kanal mbak Marissa itu, saya berani memutuskan untuk bereksperimen dengan diri saya sendiri. Di akhir bulan Juli saya mulai membatasi diri saya untuk tidak terlalu sering membuka Instagram. Tidak ingin posting IG Story yang bisa dilihat oleh netizen kecuali hanya untuk close friends tapi itu hanya sekali sehari (biasanya sampai lima atau enam postingan IG Stories). Berhasil di percobaan pertama, saya lanjut ke percobaan kedua. Target ke-dua adalah logout Instagram selama seminggu di minggu ketiga bulan Agustus. Berhasil dan sukses puasa Instagram dari hari Senin sampai Sabtu. Saya sungguh sangat puas dan bangga dengan diri saya sendiri sekarang.

Memutuskan untuk liburan sendiri juga termasuk dalam bagian proses self-healing saya. Sebulan terakhir saya berada di tiga kota berbeda: Pekanbaru (bertemu dengan mama, my superhero), Bali (my first time mindful traveling), dan Surabaya (my second time mindful traveling). Sebelum berangkat saya beneran niat untuk benar-benar sadar penuh dan hadir utuh selama liburan. Tidak update secara real time di Instagram maupun Twitter agar perhatian tidak terpecah. Kalian tau efeknya? Liburan singkat saya beneran terasa puas. Puas karena pikiran saya kembali rileks, saya bisa bernapas dengan slow tidak terburu-buru, energi saya terisi penuh kembali karena tidur saya sangat cukup, dan saya bisa fokus mengerjakan satu hal dengan tuntas. Kemudian saat saya makan, saya udah bisa tidak memegang smartphone di tangan kiri. Jika saya makan, maka saya hanya makan. Menikmati setiap kunyahan makanan dalam mulut. Lalu dilanjutkan dengan minum air putih yang terasa sangat melegakan. Di tiga kota tersebut saya kembali disadarkan bahwa semuanya tidak perlu dilakukan terburu-buru. Karena hidup itu dijalanin bukan dilariin. Senyuuum...

Hasil yang saya rasakan adalah benar saya butuh berhenti sejenak dari media sosial, karena tidak semuanya perlu diserap which is itulah yang bikin pikiran tidak sempat lagi beristirahat. Saya kemudian melepaskan semua yang mengganggu pikiran supaya saya bisa kembali tumbuh berkembang secara positif dari segi pikiran dan tindakan dan melakukan hal yang bermanfaat untuk orang lain. Fase memberi jeda ini belum berakhir kok, karena masih akan saya lakukan sebisa mungkin setiap hari. Coz I love my life

Komentar

  1. Mantap bang. Saat ini belom bisa utk puasa bersocmed paling mengurangi dulu, walaupun sudah berusaha.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau Bayu belum bisa karena emang hobinya yang beralih fungsi jadi kerjaan content creator kan di media sosial. Hahahaha... Tapi sempat kepikiran juga gimana ya kondisi atau tingkat kejenuhan para pembuat konten medsos itu terhadap medsos itu sendiri? Capek ga ya? Dll.

      Hapus
    2. Capek baget EM bukan lagi. Apalagi kalau lagi capek kerjaan dunia nyata, lagi capek sosmed juga, eh partner nagih-nagih kenapa konten belum ready dan belum di Up juga...

      Rasa kacau dan snewen nya itu sungguh greget bisa bikin badmood berhari-hari wkwkkww

      Buy yea, the show must go on. Mau bagaimana lagi, itu konsekuensi nya kalau sudah mengabdikan diri pada sosial media hahaha

      *Monmaap bang ubay ku ribut di thread mu

      Hapus
  2. Kemaren Awin sempat detoks gadget, beneran engga pegang gadget kecuali buat telepon. Kerasa banget efeknya Awin jadi merasa lebih enakan gitu kayak pandangan terhadap apapun yang ada di internet jadi berubah. Kayaknya emang kita harus pilah-pilih di medsos biar gak ikutan toksik

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bagus, Win... Abg pegang gadget masih sering karena grup di WhatsApp suka banyak update-an yang berkaitan sama kerjaan. Hahahaha... Pernah juga akhir pekan ga pegang hape setengah hari, karena pengen tidur :))

      Hapus
  3. Kalo menurutku sih nggak mesti dengan jeda ninggalin sosmed juga sih bang.

    Yang bikin toksik seringkali itu yg kita lihat dan baca.

    Solusi cepatnya ya, kembali ke tagline sosmed sosmed aja "Follow your interest".

    Unfollow aja akun akun yg sering bikin toksik tu. Akun yg bikin kepala panas. Akun yg sering bikin muak. Atau kalo itu dikalangan temen dan gamungkin unfollow, tinggal mute.

    Lalu follow aja tuh akun2 hiburan dan meme dan resep dan travel yg abang sukai. Your interest.

    Kadang yg perlu kita hindari itu akun oknum aja sih, bukan seluruh akun juga.

    But yea I agree that sometimes we need to take a break from everything to inhale and get relax kalo udah agak too much. Akupun sering. Tapi ya ngga sampe berhari-hari juga sih, paling misalnya kayak hari ini nih aku ngajar full sampe sore. Yaudah deh gamain sosmed. Paling malam menjelang bobo.
    Wkwkwkkwkw

    Semangat Kak Fer

    BalasHapus
    Balasan
    1. Thank you so much, Aul. Barangkali Aul sedang tdk berada di fase/titik jenuh yang sangat jenuh. But that is okay. Aul hebat tuh dari sekarang bisa cepat sadar cara mengatasinya. Kalau bagi yang ga cepat sadar, bisa masuk ke fase kyk gitu yang bisa bikin orang jadi lelah yang lelah banget.

      Hapus
  4. Setuju kak.
    Hati lagi galau lalu liat sosmed malah makin galau plus kadang jadi g syukur nikmat. Karena berfikir "enak banget ya hidup si fulan". Jadinya kesel. Wkwkwk...
    Alhamdulillah sekarang aku g begitu ketergantungan sosmed dan gadget.
    Kalo lg sendiri, ya tak dipungkiri tapi klo udh ada temannya apalagi keluarga kadang suka lupa. Suka lupa update bahkan untuk berfoto jg suka lupa saking asyiknya ngobrol.
    Paling kalo sempat update story story an, lalu lupa balas komen.. Wkwkwk
    Pas lagi bengong baru baca n balas. Hihi

    Maaf jadinya tsurhat.. ��

    BalasHapus
  5. Syukurlah sudah ketemu solusinya. Saya jadi pengen bukunya

    BalasHapus

Posting Komentar

silahkan dikomen.... jelek2 jg gpp...
ga marah kok, paling gue jampi2 ntar malamnya...
hahahaha...

Postingan populer dari blog ini

Tentang Malam di Pekan Budaya Sumatera Barat part. I

Tujuh dan Sembuh

Pengalaman Latsar tapi Tidak Rasa Latsar