Mempertanyakan Hak

Apakah boleh seorang manusia rendah mempertanyakan hak yang paling mendasar kepada penguasa ketika kewajibannya sudah lengkap? Meski terkadang tidak semuanya sempurna, tapi yang jelas hampir semuanya selesai sebagaimana adanya. Pertanyaan bodoh, jawabnya. Terserah dia mau kapan memberikan hak itu kepadamu, namanya saja penguasa. Lagi pula belum tentu semua yang dikerjakan diterima. Kamu saja tidak pernah membaca detail apa yang menjadi pantangan & kemestian kan?! Hanya kulit luarnya saja, akui saja apa susahnya?  Benar, aku mengakuinya. Namun aku belum pernah lagi menikmati hal itu sejak lima tahun terakhir, jadi bolehkah? Sang Penguasa sepertinya tertawa datar mendengar pertanyaan bodoh itu lagi. Aku menghembuskan napas berat ke sekian kalinya yang membuatku siuman dan bermenung. Ini memang belum saatnya, ibarat tanggal main yang masih jauh dari kata tulat dan tubin. Apa yang harus dilakukan? Sejatinya tidak ada. Daya upaya sudah, bermohon sudah, tinggal tunggu tanggal mainnya dat

Menikmati Detik

Berarti benar apa yang mereka bilang tentang bagaimana menghargai diri sendiri. Ketika tidak dengan siapa-siapa, seseorang akan bisa menemukan pemikiran yang benar-benar layak untuk digunakan sebagai instrospeksi diri. Merubah diri dengan kesadaran penuh lalu berharap menjadi lebih baik dari yang dulu adalah salah satu cara menghargai diri sendiri. Jangan takut sepi, kata mereka. Tidak akan, saya berujar. Akan dihitung dan dinikmati selagi masih punya detik. Tersenyum...

Komentar

  1. Merubah diri dengan kesadaran penuh lalu berharap menjadi lebih baik dari yang dulu adalah salah satu cara menghargai diri sendiri.

    Setuju sekali :)

    BalasHapus

Posting Komentar

silahkan dikomen.... jelek2 jg gpp...
ga marah kok, paling gue jampi2 ntar malamnya...
hahahaha...

Postingan populer dari blog ini

Tentang Malam di Pekan Budaya Sumatera Barat part. I

Tujuh dan Sembuh

Pengalaman Latsar tapi Tidak Rasa Latsar