Mempertanyakan Hak

Apakah boleh seorang manusia rendah mempertanyakan hak yang paling mendasar kepada penguasa ketika kewajibannya sudah lengkap? Meski terkadang tidak semuanya sempurna, tapi yang jelas hampir semuanya selesai sebagaimana adanya. Pertanyaan bodoh, jawabnya. Terserah dia mau kapan memberikan hak itu kepadamu, namanya saja penguasa. Lagi pula belum tentu semua yang dikerjakan diterima. Kamu saja tidak pernah membaca detail apa yang menjadi pantangan & kemestian kan?! Hanya kulit luarnya saja, akui saja apa susahnya?  Benar, aku mengakuinya. Namun aku belum pernah lagi menikmati hal itu sejak lima tahun terakhir, jadi bolehkah? Sang Penguasa sepertinya tertawa datar mendengar pertanyaan bodoh itu lagi. Aku menghembuskan napas berat ke sekian kalinya yang membuatku siuman dan bermenung. Ini memang belum saatnya, ibarat tanggal main yang masih jauh dari kata tulat dan tubin. Apa yang harus dilakukan? Sejatinya tidak ada. Daya upaya sudah, bermohon sudah, tinggal tunggu tanggal mainnya dat

Tulus dan Ikhlas

"Saya bantu si mpok itu tulus banget tau, mas. Saya sampe beraniin pinjem ke bos besar duit lima juta trus emas yang saya simpan saya jualin buat nambah bantuan buat si mpok itu" cerita mbak Atik kepada saya.

Setiap saya bertemu dengan mbak Atik, dia selalu bercerita tentang dinamika kehidupannya. Mulai dari cerita remeh sampai cerita serius kami saling berbagi pengalaman. Mbak Atik ini adalah beauty therapist di salah satu salon yang ada di Bintaro, Tangerang Selatan. Dalam setahun saya bertemu dengannya sekali sampai dua kali, tergantung dari seberapa kotornya muka saya, karena pria boleh saja melakukan perawatan muka biar makin kece, haaa!

Pada pertemuan kami terakhir, di September lalu, dia bercerita tentang kepulangan orang tua laki-lakinya ke Rahmatullah. Bagaimana dia menumpahkan kesedihannya lewat cerita menjadikan saya terbawa suasana. Siapa yang tidak sedih ketika orang yang disayangi pergi untuk selamanya? Cerita demi cerita mengalir sembari dia melakukan pekerjaannya di wajah saya, sampai pada akhirnya dia bercerita bagaimana dia bisa punya rumah di kawasan Bintaro yang harganya selangit itu.

Kita bisa menilai seseorang dari bagaimana dia menolong orang lain yang sedang kesusahan. Mbak Atik adalah orang yang berhati malaikat. Di antara banyak cerita yang dia bagi pada saat itu, yang paling melekat di ingatan saya adalah saat dia menolong tetangganya yang sedang butuh uang untuk menebus biaya rumah sakit. Mbak Atik yang dulu baru bekerja di Jakarta tahun 2006 dengan tabungannya yang sedikit, bisa tulus membantu orang yang sedang kesulitan.

"Saya kasihan kalau ada orang yang sedang susah dan minta tolong sama saya, mas" Katanya. Tanpa berharap apa-apa, mbak Atik merelakan hampir semua tabungannya dan ditambah uang yang dia pinjam ke bos besar kantornya untuk dipakai tetangganya yang sedang kesulitan. "Saya bilang ke mereka kalau ngembaliinnya kalau udah ada uang aja" sambungnya. Keren ya... "Mas Ferdi tau ga, uang saya dibayar pake apa akhirnya? Pake tanah, mas. Tetangga saya itu punya tanah di Parigi Raya Bintaro. Katanya ga apa-apa buat saya tanahnya itu." Sambung ceritanya. Akhirnya mbak Atik pindah dari kontrakannya dengan membangun rumah sederhana di atas tanah miliknya.

Singkat cerita, tanah di kawasan yang saat itu belum berharga, tiba-tiba dilirik oleh PT. Jaya Real Property untuk dibangun Bintaro Sektor 9. Siapa sangka, tanah di kawasan rumah mbak Atik dibeli dengan harga tinggi. Mbak Atik akhirnya mendapat ganti rugi karena rumah sederhana dan tanah miliknya dibeli perusaahan itu. "Saya ga nyangka, mas. Karena uang ganti ruginya itu banyak, saya beli lagi tanah di dekat sana, trus bangun rumah lagi deh." Ungkapnya dengan ceria. Katanya orang di kampungnya tidak percaya kalau seorang Atik bisa punya rumah di Bintaro (Jakarta). Berkat ketulusan dan keikhlasan hati mbak Atik menolong tetangganya yang sedang kesusahan, akhirnya dibalas oleh Allah Sang Pemegang Alam Raya dengan berlipat ganda. Terima kasih sudah memberikan cerita inspiratif, mbak Atik.

Silakan terharu... :')

Komentar

  1. Semoga bisa bersikap seperti Mbak Atik saat ada yg butuh pertolongan

    BalasHapus
  2. Jarang banget lho nemu orang yang masih sepolos ini ditengah kerasnya hutan beton Ibukota. Seneng masih bisa membaca ceritanya, jadi bikin ingat untuk sedekah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, nyah. Keren banget konsep sharing si mbak Atik. Aku jadi terharu lagi baca ulang tulisan ini :')

      Hapus

Posting Komentar

silahkan dikomen.... jelek2 jg gpp...
ga marah kok, paling gue jampi2 ntar malamnya...
hahahaha...

Postingan populer dari blog ini

Tentang Malam di Pekan Budaya Sumatera Barat part. I

Tujuh dan Sembuh

Pengalaman Latsar tapi Tidak Rasa Latsar