Mempertanyakan Hak

Apakah boleh seorang manusia rendah mempertanyakan hak yang paling mendasar kepada penguasa ketika kewajibannya sudah lengkap? Meski terkadang tidak semuanya sempurna, tapi yang jelas hampir semuanya selesai sebagaimana adanya. Pertanyaan bodoh, jawabnya. Terserah dia mau kapan memberikan hak itu kepadamu, namanya saja penguasa. Lagi pula belum tentu semua yang dikerjakan diterima. Kamu saja tidak pernah membaca detail apa yang menjadi pantangan & kemestian kan?! Hanya kulit luarnya saja, akui saja apa susahnya?  Benar, aku mengakuinya. Namun aku belum pernah lagi menikmati hal itu sejak lima tahun terakhir, jadi bolehkah? Sang Penguasa sepertinya tertawa datar mendengar pertanyaan bodoh itu lagi. Aku menghembuskan napas berat ke sekian kalinya yang membuatku siuman dan bermenung. Ini memang belum saatnya, ibarat tanggal main yang masih jauh dari kata tulat dan tubin. Apa yang harus dilakukan? Sejatinya tidak ada. Daya upaya sudah, bermohon sudah, tinggal tunggu tanggal mainnya dat

Ponjay Jalan Besi

Suka senyum kalau lagi senggang sore-sore lalu kemudian ingat kejadian yang membekas di benak. Kali ini tentang kosanku waktu masih jadi karyawan di Jakarta. Kosanku bukan di Jakarta sih, tapi di Bintaro. Ponjay (Pondok Jaya) Jalan Besi, namanya. Tiap mendengar orang berbicara tentang Bintaro atau sekedar baca status-status orang yang berisikan kata Bintaro, aku serasa dibawa ke lorong waktu ke daerah sana, ke kosanku.

Siapa yang aku paling rindukan jika ditanya tentang kosan? Adalah ibu kosan. Wanita paruh baya itu menjelma menjadi ibu kedua saat aku berada jauh dari mama. Beliau tak jauh beda dari mamaku. Rajin bekerja, suka masak, perhatian ke anak-anak kosannya, suka kupasin buah-buahan lalu didinginkan dalam lemari es kalau aku sedang tidak ada atau belum pulang ke kosan. "Fer, ada mangga tuh udah ibu kupasin tadi sore, ambil aja di kulkas" adalah kalimat yang masih aku ingat sampai saat ini. Lalu senyuman ibu Kodir, begitu panggilan beliau, menyambutku pulang kantor sedikit lebih telat dari biasanya. "Macet, Fer? Jam segini baru pulang..." begitu beliau memperhatikan anak-anak kosannya.

Ada mas Didit, anak kosan paling senior yang kira-kira sudah hampir 6 atau 7 tahun ngekos di sana, menyapaku di hari pertama masuk kosan. "Bu kosnya baik banget, jangan kaget kalau pulang kantor suka nemuin makanan atau minuman bikinan si ibu udah standby di depan meja depan kamarmu" kata mas Didit saat berkenalan denganku. Dan kenyataannya benar, aku suka dibuatkan minuman sejenis teh manis atau sirup pake buah serut di dalamnya. Baik banget kan?!

Ada lagi. Saat handuk yang biasa kujemur ke samping rumah tiap abis mandi pagi dan kupakai lagi saat mandi sepulang kantor tidak aku temukan di tempat biasa, tiba-tiba bu Kodir menghampiri "Nyari handuk ya? Itu ditumpukan baju bersih, tadi pagi ibu cuciin soalnya handuk kamu udah bau". Antara ingin menyembunyikan muka karena malu dan bahagia campur aduk, aku berterima kasih pada beliau. Hahahahaha, baik banget.

Waktu bulan puasa 2013, beliau rutin jadi "alarm" untuk bangunin anak-anak kosannya yang muslim. Ditanya satu-satu, "bangun, sahuuur... kamu ada nasi ga? Lauk ada? Ambil ke dapur aja ya sini kalau sedang ga ada..." aaaaahhhh buuu, aku kangen ibuuu... kapan ya kita bisa ketemu lagi... :')

Waktu aku memutuskan untuk balik ke kampung halaman karena lulus seleksi beasiswa S2, beliau sedih. Seakan-akan ada harapan agar aku tetap tinggal di sana menemani dia. Mas Didit yang udah senior di sana juga akan angkat kaki dari kosan bu Kodir karena akan menikah dan tinggal di rumah baru bersama istrinya. Bu Kodir bercerita "kamu kok sebentar banget di sini, Fer... yaaah... ga ada lagi orang Padang yang bawa kripik balado, ga ada lagi orang yg ngomong pake bahasa Padang kalau lagi nelpon sama mamanya..." dengan wajah yang terlihat sedih. "Mas Didit juga sebulan lagi mau pindah abis nikah, ga ada temen lagi ibu..." sambungnya. Aku yang mendengar jadi ikut sedih, dan bulir air mata sudah ada di sudut mata. "Mudah-mudahan ibu sehat selalu ya, bapak juga. Doakan Ferdi sukses dan lancar kuliah nanti. Semoga yang ngekos di sini nanti orangnya baik-baik, bisa jagain ibu kayak kami sekarang..." aku kemudian menyalami tangannya selayak ibu sendiri.

bersama bu Kodir yang baik hati
Aku beruntung bisa mengenal keluarga Ponjay jalan Besi.

Tapi suatu hari nanti di tahun ini, aku sudah punya niat untuk mengunjungi beliau dan pak Kodir suaminya (yang juga baik hatinya), mengunjungi bekas kamar kosanku setahun yang lalu, berbicara banyak dan bersenda gurau lagi dengan mereka. Harus nabung dulu dari sekarang, biar gampang kalau tiba-tiba mendadak ke Jakarta dan Bintaro.

Memori/kenangan tak kan hilang, apalagi yang berhubungan dengan orang-orang superbaik, mereka yang sudah mengajarkan kebaikan, berbagi tanpa mengharapkan imbalan, yang tak kan tega menyakiti. Semoga semuanya dalam keadaan baik-baik saja, amiiin.

Komentar

  1. inspiratip bagi yg jadi penjaga kos-kosan kayak saya *ada teman yg cari kos, nggak ferd? suruh aja ke Allya's Home*

    BalasHapus
  2. baik bgt ibu kosnyaaa.. ibu kos saya malah menyebalkan.. shower rusak aja lamaaaa bgt gantinya. nyebelin deh pokoknya

    BalasHapus
  3. ya udah per balik lagi aja ngekos dsn hehehe.... btw isiin survey donk per di http://www.indosurvei.com/dejojo

    BalasHapus
  4. ya ampun ibu kos lo baik banget :)
    ibu kos gue juga baek suka kasi bakwan sama masakin mie goreng hehehe..

    BalasHapus

Posting Komentar

silahkan dikomen.... jelek2 jg gpp...
ga marah kok, paling gue jampi2 ntar malamnya...
hahahaha...

Postingan populer dari blog ini

Tentang Malam di Pekan Budaya Sumatera Barat part. I

Tujuh dan Sembuh

Pengalaman Latsar tapi Tidak Rasa Latsar