Mempertanyakan Hak

Apakah boleh seorang manusia rendah mempertanyakan hak yang paling mendasar kepada penguasa ketika kewajibannya sudah lengkap? Meski terkadang tidak semuanya sempurna, tapi yang jelas hampir semuanya selesai sebagaimana adanya. Pertanyaan bodoh, jawabnya. Terserah dia mau kapan memberikan hak itu kepadamu, namanya saja penguasa. Lagi pula belum tentu semua yang dikerjakan diterima. Kamu saja tidak pernah membaca detail apa yang menjadi pantangan & kemestian kan?! Hanya kulit luarnya saja, akui saja apa susahnya?  Benar, aku mengakuinya. Namun aku belum pernah lagi menikmati hal itu sejak lima tahun terakhir, jadi bolehkah? Sang Penguasa sepertinya tertawa datar mendengar pertanyaan bodoh itu lagi. Aku menghembuskan napas berat ke sekian kalinya yang membuatku siuman dan bermenung. Ini memang belum saatnya, ibarat tanggal main yang masih jauh dari kata tulat dan tubin. Apa yang harus dilakukan? Sejatinya tidak ada. Daya upaya sudah, bermohon sudah, tinggal tunggu tanggal mainnya dat

Pengalaman Latsar tapi Tidak Rasa Latsar

Cerita kali ini tidak akan seperti cerita Latsar orang-orang pada umumnya. Apa bedanya? Simak cerita  saya berikut ini. 

Rombongan dari Gambir - Kiaracondong
(Foto oleh: bu Vania Zulfa)
Pemanggilan Latsar atau pelatihan dasar untuk Calon Pegawai Negeri Sipil biasanya dalam kurun satu tahun dari sejak pertama diberikan SK, namun beda cerita di angkatan saya yang mana hampir dua tahun dari sejak SK diberikan. Alhamdulillah sih akhirnya dipanggil, sehingga kami berkesempatan selangkah lagi untuk seratus persen jadi Pegawai Negeri Sipil. Buah kesabaran yang sangat besar. Hahahaha.

Latsar angkatan kami bekerja sama dengan LAN RI (sederhananya panitia) yang bertempat di Sumedang. Ya, di Jawa Barat sana, di Puslatbang PKASN. Saya pribadi dag-dig-dug berangkat ke sana naik kereta dari stasiun Gambir ke stasiun Kiaracondong dan masih butuh pesan GrabCar untuk menuju ke lokasi Latsar di Jatinangor, Sumedang. Total perjalanan kira-kira 4-5 jam. Amazing.

Di tengah fenomena virus Corona ini, semua orang termasuk saya masih khawatir dengan hal itu, apalagi membayangkan di lokasi sana bakalan berkumpul lebih kurang 40 peserta dan beberapa panitia. Namun kekhawatiran tersebut ditepis secepat mungkin karena kegiatan Latsar harus berjalan sesuai prosedur, jika tidak proses menuju seratus persen akan menjadi runyam. 

Kamar peserta (foto oleh: pak Fuad Mumtas)

Penampakan kamar dari balkon asrama (foto oleh: pak Fuad Mumtas)

Selama di lokasi pelatihan, panitia menerapkan kebiasaan baru. Yaitu menyemprot semua barang bawaan peserta dengan disinfektan di awal kedatangan. Kemudian memberikan masker yang banyak, hand sanitizer, vitamin, dan imun booster. Serta menempatkan peserta satu orang per kamar. Alhamdulillah kamarnya terasa besar karena hanya diisi sendirian dan disedikan TV untuk hiburan selama di kamar dan shower mandi yang airnya bisa diatur panas atau dingin. Beberapa balkon kamar peserta menghadap ke lanskap yang indah. Udara di sana jangan ditanya, you get to breathe the fresh air. Perfect! 

Lanskap indah dari puncak asrama menghadap ke Gunung Geulis

Lanskap indah yang lainnya menghadap Gunung Manglayang

Bersama teman berjemur di puncak bukit

Eiits, jangan bahagia dulu. Semua berbeda setelah hasil tes rapid antigen para peserta keluar di siang hari pada hari pertama kegiatan. Iya, panitia Latsar merasa perlu mengetes ulang semua peserta meski kami sudah tes rapid darah sebelum berangkat ke lokasi. Rapid antigen ini dipercaya memiliki tingkat keakuratan yang lebih tinggi daripada rapid biasa. Tes tersebut mirip tes swab karena hidung dicolok oleh cotton bud panjang dan diputar-putar selama lima detik untuk mengambil lendir yang ada di dalam hidung. Rasanya gimana? Ga enak banget sumpah, hahaha... Hasil tes saya menunjukkan hasil yang non-reaktif, thank God. Sedihnya, ada salah satu dari kami ada yang terkonfirmasi positif dan yang berkontak erat dengannya diwajibkan isolasi mandiri di kamar masing-masing sampai kegiatan selesai. 

Di depan gerbang masuk Puslatbang PKASN LAN RI

Singkat cerita, kegiatan Latsar hari kedua sampai hari kepulangan tidak terasa seperti kegiatan Latsar yang diimpikan 😂Tidak ada baris berbaris, tidak ada jurit malam, tidak ada api unggun. Semua kegiatan dilakukan di kamar asrama masing-masing. Tapi itulah yang menjadi kenangannya. Pandemi virus Covid-19 ini telah mengubah hal kecil hingga hal besar, seperti kegiatan Latsar saya ini. 

Selain kenangan Latsar dari kamar masing-masing, ada satu lagi kenangan di mana saya diminta mewakili peserta dalam pemberian kata sambutan di acara penutupan. Malam sebelumnya, saya merangkai kalimat demi kalimat agar acara penutupan itu berjalan baik. Saya lampirkan kata sambutan dari saya di sini untuk kenang-kenangan di masa depan. 

Pembuka

Banyak perdebatan yang terjadi sesaat sebelum keberangkatan kita semua ke Jatinangor ini. Dinamika tersebut sebenarnya hal yang wajar. Seharusnya kita bersyukur kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa karena ketika berdebat tandanya kemampuan berpikir kita sedang menjalankan proses kognitifnya yaitu mengkritisi informasi yang datang. Saat pengumuman pelaksanaan kegiatan klasikal dibagikan oleh bu Shinta, ada rasa ingin tahu kenapa harus begitu? Kenapa ga boleh begini? Emang apa yang terjadi jika kita menolak datang? Dan kenapa kenapa lainnya.

Isi  

Dari cerita dosen-dosen senior, kegiatan latsar itu menyenangkan, tapi dengan catatan ga ada pandemi virus Corona ini. Berbekal hasil tes rapid yang negatif, kita semua berangkat dengan niat yang tulus ke sini. Ketakutan udah kita buang jauh-jauh, berharap semua prosedur yang kita jalani nanti akan menghasilkan sesuatu yang baik bagi kita semua yaitu menjadi PNS. Manusia hanya bisa berharap tapi takdir Tuhan yang menentukan. Semua berubah drastis di hari pertama. Kami satu fakultas kecuali satu orang diisolasi agar tidak membuat kasus ini menjadi lebih runyam. Rekan yang reaktif cepat ditangani oleh dokter dan tenaga kesehatan sehingga langsung mendapat penanganan yang baik, insyaallah. Pengalaman staycation kami di sini bisa dibilang so so, tapi terasa parah ketika kami mendengar tawa canda teman-teman di luar sana. That’s okay, we stay here untuk membuat kalian aman dan terus berkegiatan. Kami paham nilai nasionalisme yang sudah tertanam di hati. But sometimes we were sad but we didn’t want to show it. We kept our distance for almost 5 days, jadi kami mencari sinar matahari untuk berjemur di saat teman-teman berkegiatan di lapangan depan. Ada rasa iri melihatnya but yeah that’s okay, kami punya cara lain untuk memaknai kegiatan Latsar dan bela negara dengan cara yang berbeda. Ada pula sisi baiknya, kami berhasil menyelesaikan laporan aktualisasi sebelum hari Rabu. Tapi jangan mengira kami ga ada tugas, Bu Shinta tetap memberikan tugas-tugas agar kami tidak mati kebosanan di kamar. But anyway, sejak awal kita semua sudah punya ikatan yang terjalin walau hanya lewat Zoom Meeting hari pertama Latsar. Insyaallah ikatan yang sudah kita punya terus terjalin sampai kita pensiun dan tua renta nanti.

Mari kita doakan semoga rekan kita yang hasilnya terkonfirmasi positif diberikan kesembuhan yang cepat, terus semangat, dan cepat balik ke keluarganya yang menunggu di Jakarta. Kami, berterima kasih kepada Kemendikbud, LAN, dan panitia penyelenggara untuk untuk kegiatan Latsar yang bermanfaat ini dan staycation-nya.

Penutup

Kita semua punya kelebihan dan kekurangan, justru itu yang melengkapi kita. Terima kasih.

Semoga cerita ini menjadi catatan sejarah peserta Latsar CPNS Golongan III Angkatan III di Puslatbang PKASN Sumedang. Latsar tapi tidak rasa Latsar 😂 

Wajah bahagia setelah seminar hasil



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang Malam di Pekan Budaya Sumatera Barat part. I

Tujuh dan Sembuh