Mempertanyakan Hak

Apakah boleh seorang manusia rendah mempertanyakan hak yang paling mendasar kepada penguasa ketika kewajibannya sudah lengkap? Meski terkadang tidak semuanya sempurna, tapi yang jelas hampir semuanya selesai sebagaimana adanya. Pertanyaan bodoh, jawabnya. Terserah dia mau kapan memberikan hak itu kepadamu, namanya saja penguasa. Lagi pula belum tentu semua yang dikerjakan diterima. Kamu saja tidak pernah membaca detail apa yang menjadi pantangan & kemestian kan?! Hanya kulit luarnya saja, akui saja apa susahnya?  Benar, aku mengakuinya. Namun aku belum pernah lagi menikmati hal itu sejak lima tahun terakhir, jadi bolehkah? Sang Penguasa sepertinya tertawa datar mendengar pertanyaan bodoh itu lagi. Aku menghembuskan napas berat ke sekian kalinya yang membuatku siuman dan bermenung. Ini memang belum saatnya, ibarat tanggal main yang masih jauh dari kata tulat dan tubin. Apa yang harus dilakukan? Sejatinya tidak ada. Daya upaya sudah, bermohon sudah, tinggal tunggu tanggal mainnya dat

Memanggil Sunyi

Tidak banyak yang menyukai sunyi dan tidak banyak juga yang menyadari bahwa sunyi itu tidak bisa dilepaskan dari kehidupan. Itulah hidup yang selalu ada dua sisi seperti ramai dan sunyi, bahagia dan sedih, datang dan pergi, penuh dan kosong. Keduanya selalu bergantian hadir di dalam hidup, tidak pernah hadir bersamaan. 

Ketika hidup terasa banyak tekanan, lakukanlah sebentar untuk berhenti. Berhenti untuk memanggil sunyi. Bisa dengan banyak cara, seperti berdoa kepada Yang Maha Pencipta, bermeditasi, atau yang sederhananya menarik dan menghembuskan napas secara sadar utuh. Tekanan yang datang dari luar secara langsung membuat pikiran sempit dan berujung stres. Stres akan menyebabkan pikiran menjadi ramai. Memanggil sunyi adalah seni mengatur stres. 

Jika mampu menyadari bahwa keramaian pikiran itu bisa dihilangkan dengan kesunyian, artinya penawar racun yang ada di pikiran sudah ditemukan. Iya, sesederhana itu bukan?!

Saya sudah melakukannya. Ketika mendapatkan sebuah trigger stres, saya cepat menyadari bahwa saya harus memanggil sunyi. Biasanya yang saya lakukan adalah dengan mengatur napas. Mengambil napas pelan dan lalu menghembuskannya. Jika terasa masih berat, meditasi selalu saya sempatkan sekitar dua sampai tiga menit saja. Selama work from home, sunyi suka saya panggil supaya pikiran jadi rileks di sore hari. 

Kemampuan saya untuk bermeditasi dengan waktu lebih dari 5 menit masih belum bisa saya lakukan. Tapi tak mengapa, karena paling tidak saya bisa masuk ke fase sadar utuh hadir penuh dengan waktu singkat. Pikiran yang lalu-lalang bisa direm ketika napas bisa diatur dengan sadar.

Cara lain untuk memanggil sunyi adalah dengan berjalan kaki di pagi hari. Keluar dari rumah sekitar pukul 05:30-06:00, lalu melangkahlah dengan santai. Udara segar di pagi hari bisa membantu menyejukkan hati dan pikiran. Berjalanlah minimal 30 menit, dan rasakan badan menjadi hangat karena keringat sehat keluar. Cara ini bisa dilakukan sambil mendengarkan musik jika tidak ingin terlalu sunyi. Namun karena kegiatan ini untuk memanggil sunyi, sebaiknya berjalan hanya berjalanlah. Lihat sekelilingmu dan resapi udara pagi yang lewat di wajah dan kulit badanmu. 

Tuhan telah mengatur waktu sedetail itu ya. Pagi - siang - sore - malam. Masing-masing waktu sudah ada kadarnya untuk berkegiatan. Semoga kita bisa terus menyeimbangkan sesuatu di dalam hidup. 


Komentar

Posting Komentar

silahkan dikomen.... jelek2 jg gpp...
ga marah kok, paling gue jampi2 ntar malamnya...
hahahaha...

Postingan populer dari blog ini

Tentang Malam di Pekan Budaya Sumatera Barat part. I

Tujuh dan Sembuh

Pengalaman Latsar tapi Tidak Rasa Latsar