Mempertanyakan Hak

Apakah boleh seorang manusia rendah mempertanyakan hak yang paling mendasar kepada penguasa ketika kewajibannya sudah lengkap? Meski terkadang tidak semuanya sempurna, tapi yang jelas hampir semuanya selesai sebagaimana adanya. Pertanyaan bodoh, jawabnya. Terserah dia mau kapan memberikan hak itu kepadamu, namanya saja penguasa. Lagi pula belum tentu semua yang dikerjakan diterima. Kamu saja tidak pernah membaca detail apa yang menjadi pantangan & kemestian kan?! Hanya kulit luarnya saja, akui saja apa susahnya?  Benar, aku mengakuinya. Namun aku belum pernah lagi menikmati hal itu sejak lima tahun terakhir, jadi bolehkah? Sang Penguasa sepertinya tertawa datar mendengar pertanyaan bodoh itu lagi. Aku menghembuskan napas berat ke sekian kalinya yang membuatku siuman dan bermenung. Ini memang belum saatnya, ibarat tanggal main yang masih jauh dari kata tulat dan tubin. Apa yang harus dilakukan? Sejatinya tidak ada. Daya upaya sudah, bermohon sudah, tinggal tunggu tanggal mainnya dat

Atas Bawah - Ikhlas Melepas

Bukan kehidupan namanya kalau tidak ada kondisi di atas dan juga di bawah. Hidup kurang lengkap kalau cuma merasakan hal yang bahagia-bahagia saja. Kita butuh merasakan sakit untuk bisa merasakan bahagia. Bukan begitu? Kedua hal tersebut selalu datang bergantian. Jika sekarang sedang merasa di bawah atau terluka, jangan khawatir karena nanti pasti akan ada kejadian yang membuat kondisi kembali di atas atau bahagia. Namun keduanya tidak lepas dari teknik ikhlas melepas.

Saya sedang mencari cara untuk memakai teknik itu lagi. Lagi? Berarti dulu pernah dan sekarang sedang tidak? Iya, betul. Tahun 2021 ini menjadi tahun kehidupan saya yang sungguh terasa roller coaster-nya. Sebulan sebelum tahun baru, ditambah empat bulan di awal tahun ini, lalu dilanjutkan dengan beberapa bulan setelahnya dan sampai sekarang bagaikan grafik saham yang naik-turun secara tajam tanpa ampun. Berdarah-darah di dalam hati dan pikiran. Semuanya disebabkan karena saya tidak memakai teknik ikhlas melepas.

Hidup yang saya pikir akan berjalan baik-baik saja ternyata berubah tiba-tiba tanpa bisa dikontrol oleh diri sendiri. Para pelaku meditasi sering mengatakan tentang hal eksternal yang tidak bisa dikontrol itu jumlahnya sangat banyak. Sedangkan yang bisa kita kontrol hanya sedikit, di antaranya adalah cara kita menyikapi masalah, cara kita mencari hikmah di balik sebuah kejadian, dan cara kita bersyukur. Di luar itu tidak bisa sama sekali seperti jodoh, rezeki, pendapat orang lain, hasil akhir usaha, masa lalu, masa depan, ujian dari Tuhan, dsb. Kalau eksternal tidak bisa dikontrol, berarti kita hanya harus menaruh perhatian lebih kepada hal-hal internal. Ikhlas dan melepas adalah teknik yang pernah saya pakai di tahun 2018-2020.

Saya begitu terlena dengan berbagai hal yang membuat saya bahagia di beberapa bulan pertama di tahun ini, sampai saya lupa bahwa saya harus bersyukur sebanyak hal yang membuat saya bahagia tersebut. Saya lupa mengambil hikmah dari kebahagiaan saya, saya lengah, sampai Tuhan cemburu dengan saya dan akhirnya mengubah semua menjadi kekecewaan. Tuhan, ampuni dan maafkan saya. Saya lupa kalau hidup ini seperti roda, kadang di atas dan kemudian di bawah bergantian. Bodohnya saya tidak punya persiapan ketika rodanya tiba-tiba ke bawah. Tidak siap karena tidak ikhlas. Padahal dulu saya punya pengetahuan tentang itu semua.

Hal-hal yang tidak bisa dikontrol terjadi di tahun ini. Memang pasti terjadi sih namanya saja hal yang tak terkontrol ya kan, tinggal waktu tayangnya yang entah kapan. Ada yang cepat ada yang lambat. Karena belum siap, mau tidak mau hati dan pikiran jadi kaget, seperti vas bunga keramik yang jatuh dari atas meja ke lantai. Pecah berkeping-keping. Nah, sekarang tinggal bagaimana cara saya menyikapi dan mencari hikmah di balik kejadian-kejadian ini. Prosesnya lambat saat saya berada di bawah untuk kembali sadar bahwa saya harus berdiri dan memanjat bukit agar saya berada di atas. Tidak perlu di puncaknya, cukup di lerengnya saya sudah bersyukur sekali seperti saat ini. Saya menerima rasa pedih dari berbagai kejadian itu. Saya tidak mengelakkannya dengan cepat-cepat berpikir bahwa ini semua harus diperbaiki sesegera mungkin, kecuali saya sudah melepaskan semua perasaan itu dengan ikhlas dan tahu langkah-langkah penyelesaiannya setelah berpikir jernih.

Rasa melepas itu sangat berat, saya tidak akan berbohong. Prosesnya butuh waktu di mana setiap orang memiliki timeline yang berbeda-beda. Harus sadar penuh hadir utuh dulu supaya tercipta pikiran yang jernih seperti mata air di pegunungan. Kalau sudah di fase itu, baru kita bisa merasakan proses melepas semuanya satu per satu, dan menyerahkan apapun kepada Tuhan Sang Pengatur.

Puisi yang saya kutip dari Syair-Syair Cinta Rabi’ah Al-Adawiyah ini sungguh membuka mata hati saya dalam mencari ketenangan batin dan sangat membantu saya dalam keikhlasan hidup. Begini bunyinya: 

Tuhanku, tenggelamkan aku dalam cintaMu. Hingga tak ada satu pun yang menggangguku dalam jumpaMu. Tuhanku, bintang gemintang berkelip-kelip, manusia terlena dalam buai tidur lelap. Pintu-pintu istana pun telah rapat. Tuhanku, demikian malam pun berlalu dan inilah siang datang menjelang. Aku menjadi resah gelisah apakah persembahan malamku Engkau terima, hingga aku berhak mereguk bahagia. Ataukah itu Kau tolak hingga aku dihimpit duka. Demi kemahakuasaanMu, inilah yang akan selalu kulakukan, selama Kau beri aku kehidupan. Demi kemuliaanMu, andai Kau usir aku dari pintuMu aku tak akan pergi berlalu, karena cintaku padaMu sepenuh kalbu.

Sekarang saya akan melakukan yang terbaik terhadap apa yang bisa saya kontrol, dan menyerahkan semuanya kepada Yang Maha Pengatur dan Maha Penyayang. Tuhan selalu sayang umatnya, dan Dia senang ketika kita bercerita dan meminta apapun kepadaNya dengan rasa ikhlas. Ikhlas melepas. Serahkan semuanya ke Allah karena Allah tuh sayang banget sama saya. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang Malam di Pekan Budaya Sumatera Barat part. I

Tujuh dan Sembuh

Pengalaman Latsar tapi Tidak Rasa Latsar