Mempertanyakan Hak

Apakah boleh seorang manusia rendah mempertanyakan hak yang paling mendasar kepada penguasa ketika kewajibannya sudah lengkap? Meski terkadang tidak semuanya sempurna, tapi yang jelas hampir semuanya selesai sebagaimana adanya. Pertanyaan bodoh, jawabnya. Terserah dia mau kapan memberikan hak itu kepadamu, namanya saja penguasa. Lagi pula belum tentu semua yang dikerjakan diterima. Kamu saja tidak pernah membaca detail apa yang menjadi pantangan & kemestian kan?! Hanya kulit luarnya saja, akui saja apa susahnya?  Benar, aku mengakuinya. Namun aku belum pernah lagi menikmati hal itu sejak lima tahun terakhir, jadi bolehkah? Sang Penguasa sepertinya tertawa datar mendengar pertanyaan bodoh itu lagi. Aku menghembuskan napas berat ke sekian kalinya yang membuatku siuman dan bermenung. Ini memang belum saatnya, ibarat tanggal main yang masih jauh dari kata tulat dan tubin. Apa yang harus dilakukan? Sejatinya tidak ada. Daya upaya sudah, bermohon sudah, tinggal tunggu tanggal mainnya dat

Sewajarnya Hidup

Sampai malam itu deretan kata merayap empat kali tanpa terdengar karena sudah masuki gerbang lain. Merekalah yang sebenarnya ditunggu dan yang diharap. Senang di awal saat kedua bola hitam terbuka dan bertemu baca dengannya, sedih di tengah, kosong di penutup. Sampai bertemu kemudian merayap empat kali keluar, sekiranya benar itu akan terjadi mungkin atau namun sudah berbeda harap. Endank Soekamti pun berbisik tentang hal terbit akan tenggelam, hal pasang akan surut, dan hei! Dua pihak sudah melunak melepas. Sahabat-sahabat baik punya masukan tentang sewajarnya hidup yaitu hal-hal ini: habiskan sewajarnya, puaskan sewajarnya, genggam sewajarnya. Bersyukur? Diperbanyak. Senyum rindu untuk semua.

Komentar

  1. sewajarnya, kerja yang sewajarnya, itu yang saya paham sampai sekarang. hahahah, but nice article.

    BalasHapus

Posting Komentar

silahkan dikomen.... jelek2 jg gpp...
ga marah kok, paling gue jampi2 ntar malamnya...
hahahaha...

Postingan populer dari blog ini

Tentang Malam di Pekan Budaya Sumatera Barat part. I

Tujuh dan Sembuh

Pengalaman Latsar tapi Tidak Rasa Latsar