Mempertanyakan Hak

Apakah boleh seorang manusia rendah mempertanyakan hak yang paling mendasar kepada penguasa ketika kewajibannya sudah lengkap? Meski terkadang tidak semuanya sempurna, tapi yang jelas hampir semuanya selesai sebagaimana adanya. Pertanyaan bodoh, jawabnya. Terserah dia mau kapan memberikan hak itu kepadamu, namanya saja penguasa. Lagi pula belum tentu semua yang dikerjakan diterima. Kamu saja tidak pernah membaca detail apa yang menjadi pantangan & kemestian kan?! Hanya kulit luarnya saja, akui saja apa susahnya?  Benar, aku mengakuinya. Namun aku belum pernah lagi menikmati hal itu sejak lima tahun terakhir, jadi bolehkah? Sang Penguasa sepertinya tertawa datar mendengar pertanyaan bodoh itu lagi. Aku menghembuskan napas berat ke sekian kalinya yang membuatku siuman dan bermenung. Ini memang belum saatnya, ibarat tanggal main yang masih jauh dari kata tulat dan tubin. Apa yang harus dilakukan? Sejatinya tidak ada. Daya upaya sudah, bermohon sudah, tinggal tunggu tanggal mainnya dat

Me-rewind

Paling mudah memanggil kembali memori yang jumlahnya berjuta-juta hanya lewat mendengarkan musik sendu disertai suara latar hujan yang jatuh ke jalanan. Dimulai dari episode terakhir yang ukurannya tidak terlalu besar lalu disusul dengan serial-serial lainnya hingga 12 musim. Usang tapi mengasyikkan, walau ada beberapa cuplikan yang membuat masam. Intinya mari sejenak melambat, tidak di sini tapi di kedua belas musim itu. 

Episode terakhir kembali hadir ketika kosong menyeruak di antara waktu di mana sebenarnya paham betul tentang bahaya racun mematikan itu. Sang penulis kata-kata bijak mencatatkannya di lembar digital, katanya jangan hanya karena haus maka kau meminum racun yang sama. Si kepala batu masih saja batu, akhirnya terpeleset juga karena musim hujan. 

Pindah ke episode dua terakhir yang semuanya serba kilat. Si tak gampang menyerah akhirnya melucuti senjatanya sendiri karena jika dipaksakan yang ada hanyalah ruang hampa, peluru akan terbuang percuma. Perlawanan tidak berlangsung lama padahal persiapannya intensif sekali. Garis finish sudah terbaca ketika sepekan sebelum nafasnya hadir. Bisa dinilai bagaimana kelompok dari huruf keempat itu. Jera? Jawabannya cukup dengan tertawa getir. 

Seketika itu pula rekaman yang lama beralih cepat ke musim 12. Suara kecil berbisik semacam ingin menenangkan sebab pikiran sedang meraba-raba dengan pertanyaan "mengapa mereka tidak pernah ingin menetap sedangkan sumber air tepat berada di hadapannya?" Suara itu berkata bahwa mereka hanya terperanjat dan tak mengira akan mendapatkan sumber air yang banyak, tak terbiasa intinya. Sehingga mereka jengah untuk menetapkan lokasi habitatnya. Sungguh disayangkan.

Di musim 12 itu Semesta berbaik hati memberikan jalan cerita yang bagus tak terkira. Disirami setiap hari kebunnya dan bunga-bunga bersemi. Para petani pandai merawat dan tak kenal menyerah. Barangkali itu yang membuatnya memasang standar yang tinggi. Ketika kebunnya penuh dan masanya selesai, para petani pindah ke lahan yang lain, tetapi pemilik yang baru tak terbiasa. 

Sabarlah, semua ada garis waktunya. Itu saja yang selalu disampaikan ke dalam relung. Semoga musim yang baru nanti akan bertemu dengan yang sudah terbiasa menerima paket lengkap itu. Senyuuum....

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang Malam di Pekan Budaya Sumatera Barat part. I

Tujuh dan Sembuh

Pengalaman Latsar tapi Tidak Rasa Latsar