Di Balik Layar

Hidup berpindah dari satu fase ke fase berikutnya. Dari semua fase yang sudah terjadi, sepertinya sekarang adalah fase yang beratnya seperti menhir pada zaman Megalitikum. Tidur yang harusnya cukup menjadi kurang karena banyak hal berlarian dalam kepala padahal mestinya rehat. Sepertinya semua orang yang lebih tua pernah melewati fase ini ya. Apa saja kegiatan yang mereka lakukan sampai mereka bertahan hingga sekarang? Gambaran seperti inikah semuanya? Bagi yang tidak berhasil di titik mana mereka berada di momen terakhirnya? Kepala yang sedang kosong ini perlu diisi dengan pelajaran dari orang-orang yang lebih tua yang telah mengupayakan perjuangan hidup mereka. Media daring langganan terakhir memperbarui kontennya pada bulan Juni lalu, apa mereka menyerah? Oh, the struggle is real. Apa yang terjadi di belakang panggung tidak pernah dimunculkan pada khalayak, karena untuk apa juga mereka diberi tahu? Nanti saja jika sudah rilis, begitu kata para sineas. Setelah rilis barulah di balik

Me-rewind

Paling mudah memanggil kembali memori yang jumlahnya berjuta-juta hanya lewat mendengarkan musik sendu disertai suara latar hujan yang jatuh ke jalanan. Dimulai dari episode terakhir yang ukurannya tidak terlalu besar lalu disusul dengan serial-serial lainnya hingga 12 musim. Usang tapi mengasyikkan, walau ada beberapa cuplikan yang membuat masam. Intinya mari sejenak melambat, tidak di sini tapi di kedua belas musim itu. 

Episode terakhir kembali hadir ketika kosong menyeruak di antara waktu di mana sebenarnya paham betul tentang bahaya racun mematikan itu. Sang penulis kata-kata bijak mencatatkannya di lembar digital, katanya jangan hanya karena haus maka kau meminum racun yang sama. Si kepala batu masih saja batu, akhirnya terpeleset juga karena musim hujan. 

Pindah ke episode dua terakhir yang semuanya serba kilat. Si tak gampang menyerah akhirnya melucuti senjatanya sendiri karena jika dipaksakan yang ada hanyalah ruang hampa, peluru akan terbuang percuma. Perlawanan tidak berlangsung lama padahal persiapannya intensif sekali. Garis finish sudah terbaca ketika sepekan sebelum nafasnya hadir. Bisa dinilai bagaimana kelompok dari huruf keempat itu. Jera? Jawabannya cukup dengan tertawa getir. 

Seketika itu pula rekaman yang lama beralih cepat ke musim 12. Suara kecil berbisik semacam ingin menenangkan sebab pikiran sedang meraba-raba dengan pertanyaan "mengapa mereka tidak pernah ingin menetap sedangkan sumber air tepat berada di hadapannya?" Suara itu berkata bahwa mereka hanya terperanjat dan tak mengira akan mendapatkan sumber air yang banyak, tak terbiasa intinya. Sehingga mereka jengah untuk menetapkan lokasi habitatnya. Sungguh disayangkan.

Di musim 12 itu Semesta berbaik hati memberikan jalan cerita yang bagus tak terkira. Disirami setiap hari kebunnya dan bunga-bunga bersemi. Para petani pandai merawat dan tak kenal menyerah. Barangkali itu yang membuatnya memasang standar yang tinggi. Ketika kebunnya penuh dan masanya selesai, para petani pindah ke lahan yang lain, tetapi pemilik yang baru tak terbiasa. 

Sabarlah, semua ada garis waktunya. Itu saja yang selalu disampaikan ke dalam relung. Semoga musim yang baru nanti akan bertemu dengan yang sudah terbiasa menerima paket lengkap itu. Senyuuum....

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tentang Malam di Pekan Budaya Sumatera Barat part. I

Nenek Siapa Ini?

Mempertanyakan Hak